Memanfaatkan "Employee Branding" untuk Membangun Corporate Brand




Ilustrasi employee branding (Sumber Freepik.com)

"Personal branding is the art of becoming knowable, likable and trustable."-- John Jantsch

 

Siapa di antara kamu yang tidak memiliki medis sosial? Tentu sebagian besar memiliki dan aktif menggunakannya.

Menurut laporan dari situs layanan "HootSuite" pada Januari 2021, terungkap bahwa 61,8 persen penduduk Indonesia aktif menggunakan media sosial. Dan paling banyak penggunanya dari kalangan muda usia 25-34 tahun. Mereka yang berusia 25-34 tahun ini tersebar di banyak perusahaan.

Untuk menunjukkan eksistensinya umumnya mereka aktif mengunggah aktivitas sehari-hari, mulai dari makanan, aksesoris, pakaian, liburan hingga aktivitas di kantor. Via Twitter, Line, Facebook, Instagram, blog, LinkedIn, YouTube dan lainnya.

 

Ilustrasi media social (sumber Foto oleh Tracy Le Blanc dari Pexels)

Ilustrasi media social (sumber Foto oleh Tracy Le Blanc dari Pexels)

 

Pasti di antara kamu pernah mengunggah aktivitas kantor bukan? Apalagi ketika ada acara besar misalnya peluncuran produk, ulang tahun perusahaan, kegiatan CSR, family gathering, pelatihan dan acara penghargaan.

Kenapa demikian? Menurut konsep piramida hierarki kebutuhan dari Maslow, bahwa salah satu kebutuhan itu adalah aktualisasi diri. Yaitu merupakan hasrat yang memicu setiap orang menggali potensi dan mengembangkannya.

Tentu masing-masing pribadi menerjemahkan aktualisasi diri secara berbeda sesuai dengan pemahaman yang diyakini dan akan terpancar pada konten yang ia unggah.

Secara sadar maupun tidak mereka ini sedang melakukan personal branding, namun ketika mengunggah aktivitas perusahaan maka mereka bisa disebut employee branding atau membangun citra positif sebagai karyawan.

Pengertian Emlpoyee Branding

Menurut Miles and Mangold (2004), employee branding adalah proses saat karyawan menginternalisasi citra merek yang diinginkan oleh perusahaan dan termotivasi untuk memproyeksikan citra tersebut kepada pelanggan dan konstituen organisasi.

Employee branding merupakan pencitraan merek perusahaan melalui karyawan. Dapat berupa penanaman nilai-nilai, moral, etika, visi dan misi serta budaya organisasi. Sehingga perspektif, sikap dan perilaku karyawan mencerminkan profil perusahaan.

Employee branding dapat menjadi duta perusahaan yang dapat memengaruhi masyarakat. 

 

Mereka merupakan representasi perusahaan. Dan masyarakat lebih mempercayainya karena merupakan aktivitas alami.

Mari setelah memahami pengertian employee branding, kita akan mengulik apa itu corporate branding.

Pengertian Corporate Branding

Saya sependapat dengan pengertian branding menurut Landa (2006). Menurutnya branding bukanlah sekedar merek atau nama dagang dari sebuah produk, jasa, atau perusahaan.

Namun semuanya yang berkaitan dengan hal-hal yang kasat mata dari sebuah merek mulai dari nama dagang, logo, ciri visual, citra, kredibilitas, karakter, kesan, persepsi, dan anggapan yang ada di benak konsumen perusahaan tersebut.

Kalau saya menyebut brand Aqua misalnya, maka apa yang ada dalam pikiran kamu? Mungkin akan berkata air mineral yang jernih, segar, terpercaya, harga terjangkau dan mudah ditemukan di mana saja.

Jadi secara sederhana corporate brand diartikan sebagai persepsi yang ada di benak konsumen mengenai produk atau layanan yang ia gunakan, dan itu menyangkut keseluruhan produk atau layanan yang diberikan perusahaan.

 

Ilustrasi strategi membangun brand (sumber Foto oleh Tracy Le Blanc dari Pexels)

Ilustrasi strategi membangun brand (sumber Foto oleh Tracy Le Blanc dari Pexels)

Hasil Penelitian

Sebuah hasil penelitian berjudul "Brand consistent behavior of employees on social media: the role of social media governance and policies" yang ditulis oleh Alessandra Mazzei dan Alfonsa Butera, menawarkan ide bahwa karyawan yang biasa berperilaku di media sosial merupakan peluang perusahaan untuk membangun brand perusahaan.

Mengapa demikian karena konsumen menganggap apa yang dilakukan karyawan tersebut sangat autentik atau dapat dipercaya, asli, murni dan orisinal. 

 

Dengan kata lain apa yang dilakukan karyawan bukan rekayasa perusahaan.

Namun bagaimana jika karyawan menyebarkan konten yang tidak pantas bahkan melanggar norma dan aturan? Terhadap yang demikian akan menyebabkan citra perusahaan terganggu. Lalu apa yang harus dilakukan perusahaan?

Model SMP (Social Media Policies)

Alessandra Mazzei dan Alfonsa Butera menyarankan agar perusahaan mengadopsi SMP (Social Media Policies) atau kebijakan media sosial, yaitu sebuah pedoman tata kelola media sosial yang harus dilakukan karyawan melalui pelatihan, komunikasi dan manajemen SDM.

Dalam penelitian yang mengambil sampel 25 perusahaan  swasta berkinerja unggul yang masuk dalam 500 Fortune tahun 2015 itu memberikan beberapa kesimpulan:

  • Model SMP merupakan bagian dari strategi membangun merek perusahaan. Agar efektif maka perilaku karyawan perlu ditingkatkan terus menerus.
  • Employee branding sebaiknya dilakukan secara konsisten, maka SMP harus terintegrasi dengan internal corporate branding. Komunikasi karyawan yang autentik merupakan keputusan sendiri tanpa campur tangan dari perusahaan.
  • Perusahaan harus mendefinisikan strategi tata kelola media sosial, tidak hanya pencegahan risiko, namun juga untuk menangkap peluang yang ada.
  • Model SMP hendaknya merekomendasikan identitas perusahaan secara hati-hati agar konten tetap asli dan tidak direkayasa.
  • Pedoman-pedoman yang diberikan sebaiknya berupa nilai-nilai perusahaan yang nantinya akan disampaikan karyawan kepada publik.

---

Model SMP yang ditawarkan patut menjadi pertimbangan perusahaan dalam membangun merek, selain biaya murah juga lebih efektif karena aktivitas karyawan di media sosial terkesan orisinal.

Perusahaan hendaknya membuat kebijakan yang baik tanpa membatasi kebebasan karyawan bermedia sosial. Namun kebebasan itu tetap menjunjung etika, moral dan budaya perusahaan.

Selain itu perusahaan perlu merancang strategi membangun brand dengan melibatkan karyawan. Menyusun rencana pelatihan dan pengembangan sampai hal teknis mengelola media sosial yang efektif.

Namun yang paling penting dari semua itu bahwa aktivitas karyawan di media sosial merupakan refleksi dari pengalaman pribadi selama bekerja di perusahaan. Apakah mereka sudah sejahtera dan mencapai kepuasan kerja? (KB)

Rujukan:

  • Artikel "Brand consistent behavior of employees on social media: the role of social media governance and policies" dari Alessandra Mazzei dan Alfonsa Butera (2015)
  • Kompas.com
  • Employers.glints.id
  • www.jurnal.id

References Link:

Leave a comment

Post Comment

Related Post